Perundungan terhadap yang berbeda masih saja terjadi hingga saat ini, seperti yang dialami orang timur di bagian barat Indonesia. Hal tersebut karena stigma negatif bahwa orang timur adalah orang yang keras. Student athlete Universitas Negeri Malang (UM), Irsan Yunus Woretma, berusaha untuk mengubah stigma negatif tersebut.
“Saya mengalami kesulitan untuk bisa beradaptasi di Malang. Dengan latar belakang saya sebagai orang timur, saya kerap mengalami perundungan dari orang-orang. Perbedaan budaya, bahasa, dan warna kulit menjadi salah satu faktor mengapa saya sulit mendapatkan teman pada tahun pertama saya di Malang,” ucapnya.
Olahraga, dalam hal ini futsal, menjadi alat bagi Woretma untuk menghilangkan stigma negatif itu. Sebelum mengenal dunia futsal, Woretma terlebih dahulu mengenal dunia sepak bola. Ia memulai perjalanan futsalnya ketika ia berhasil masuk dan bermain di tim daerahnya untuk kejuaraan Bupati Cup. Menurutnya, futsal memiliki daya tarik tersendiri dalam hal taktik dan alur permainannya yang cepat.
“Saya bermain sepak bola terlebih sebelum akhirnya terjun di dunia futsal. Saya memulai karier saya sebagai pemain sepak bola sejak kelas dua Sekolah Menengah Atas. Pada saat itu, saya berhasil mewakili tim daerah saya di Bupati Cup. Namun, saya memutuskan untuk berpindah haluan ke olahraga futsal ketika mengetahui bahwa tim sepak bola saya terkendala masalah uang,” katanya.
“Saya tertarik bermain futsal karena cara bermain yang disajikan pada olahraga futsal berbeda dengan sepak bola. Futsal menyajikan taktik dan permainan yang cepat sehingga dibutuhkan stamina dan strategi yang sangat kuat,” tambahnya.
Student athlete yang sedang menjalani kuliah di Program Studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Malang, ini menjalani masa-masa sulit pada tahun pertama kuliah di UM. Ia sering dipandang sebelah mata oleh sehingga ia sulit mendapatkan teman. Namun, Woretma tidak berkecil hati. Ia tetap berusaha untuk mendapatkan teman kuliah pertamanya dan mengubah stigma masyarakat terhadap orang timur.
“Saya sulit mendapatkan teman pada awal kedatangan saya di Malang. Stigma orang timur masih melekat di masyarakat sehingga saya tidak percaya diri untuk berkenalan dengan orang baru. Saya juga dikucilkan dan mendapatkan perilaku perundungan di awal masa perkuliahan,” ujarnya.
“Akan tetapi, saya tidak berkecil hati. Saya tetap berusaha untuk menunjukkan kepada mereka bahwa orang timur tidak semuanya keras dan jahat. Mereka hanya melihat fisik saya saja tanpa mengenal pribadi saya. Alhasil, saya mendapatkan teman pertama saya. Ia berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta,” tambahnya.
Woretma yang berasal dari Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat, tersebut ingin bisa mengubah pandangan buruk masyarakat terhadap orang timur. Ia beranggapan bahwa jika kita menyebarkan kebaikan, maka kebaikan akan datang kembali ke kita. Ia juga mengetahui bahwa tujuan dirinya datang ke Malang adalah untuk dapat membahagiakan orang tuanya.
“Jadilah pribadi yang tidak egoistis, jangan pernah takut untuk mengenal orang lebih dalam, dan tetap sebarkan kebaikan kepada seluruh orang tanpa melihat latar belakang ataupun fisiknya,” ucapnya.
“Untuk siapa pun, saya ingin memberi tahu bahwa orang timur tidak selalu keras. Jangan pernah melihat kami dari fisiknya saja. Kita adalah satu, Indonesia. Hilangkan perilaku-perilaku rasis atau perundungan karena kita semua adalah saudara,” tutupnya.