Orang tua menjadi faktor terbesar dalam pertumbuhan anak. Pernyataan tersebut menjadi kenyataan di dalam kehidupan Leonita Angela. Student athlete dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Tangerang, ini mencintai basket karena ayah.
Pemain yang memiliki panggilan akrab Nita tersebut mengatakan bahwa ayah menjadi faktor terbesar dalam karier basket yang ia miliki sekarang. Ayahnya yang dahulu menjadi pemiliki salah satu klub basket bernama Sultan Agung Basketball Academy (SABC) mulai memperkenalkan basket kepada Nita sejak ia duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Oleh karena itu, Nita mulai bermain basket dan menemukan kenyamanan di olahraga tersebut.
“Saya lahir dan tinggal di keluarga yang erat dengan dunia basket. Ayah saya adalah orang yang sangat memengaruhi saya dalam dunia basket. Beliau yang memperkenalkan saya kepada olahraga basket karena dahulu ia menjabat sebagai pemiliki salah satu klub basket di Tangerang bernama SABC,” ungkapnya.
“Ketika saya duduk di bangku SD, saya sering diajak oleh Ayah saya untuk datang ke tempat latihan basket. Akhirnya saya ikut latihan dan saya menemukan kenyamanan di olahraga tersebut. Secara tidak langsung, olahraga basket sudah mendarah daging di diri saya,” tambahnya.
Kegemaran Nita dalam bermain basket menghasilkan banyak gelar. Ia berhasil menduduki peringkat ketiga di FIBA 3×3, menjadi juara di Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional (POMNAS), juara di Pekan Olahraga Pelajar Wilayah (POPWIL) Jakarta, menduduki peringkat ketiga di Pekan Olahraga Pelajar Nasional (POPNAS), dan juara di ajang LIMA Nationals Season 7 bersama tim basket putri UPH. Saat ini, ia bermain bersama Tanago Friesian Jakarta, sebuah klub basket profesional yang bermain di Srikandi Cup.
Meskipun ia telah bermain sejak kecil dan nyaman dengan dunia basket, student athlete yang mengambil jurusan Ilmu Komunikasi di UPH tersebut pernah merasakan kepenatan dengan basket. Hal tersebut ia rasakan ketika duduk di bangku kuliah di semester satu. Namun, ia tidak pernah tebersit untuk berhenti bermain basket.
“Awal masuk kuliah merupakan waktu yang sangat berat bagi saya. Saya harus banyak mengambil izin agar bisa mengikuti beberapa pertandingan kala itu. Saya harus berangkat ke Malaysia, harus ikut FIBA U-18, dan harus tetap mengikuti pelajaran di UPH. Kalau tidak, saya akan gagal dan banyak mengulang matkul. Oleh karena itu, saya harus berusaha untuk mengikuti kedua kegiatan tersebut, yakni basket dan kuliah. Dengan penuhnya kegiatan saya, saya sangat merasa penat dan lelah dengan basket,” katanya.
“Meskipun lelah, karena banyaknya kegiatan yang saya jalani waktu itu, tidak ada sedikit pun keinginan untuk berhenti dari basket. Saya harus menerima konsekuensi tersebut dan berusaha semaksimal mungkin untuk fokus ke keduanya,” tambahnya.
Nita memiliki keinginan dan cita-cita untuk bisa bermain di timnas level senior karena ia menginginkan tingkat kompetitif dan persaingan yang lebih tinggi. Selain itu, timnas senior merupakan ujung pencapaian seluruh pemain basket. Akan tetapi, saat ini, ia lebih condong untuk memilih bekerja di sebuah perusahaan.
Nita yang telah menjalani dua musim di LIMA Basketball ini, mengatakan bahwa mahasiswa harus setidaknya sekali mengikut ajang LIMA. Menurutnya, LIMA adalah ajang yang sangat tepat bagi mahasiswa untuk mencari bakatnya dalam bidang nonakademik.
“LIMA adalah ajang kompetisi yang tepat bagi seluruh mahasiswa yang merasa atau mencari bakatnya di bidang nonakademik. Selain itu, LIMA juga menjadi tempat yang tepat bagi student athlete untuk mencari jam terbang mereka. Saya sangat berharap LIMA bisa cepat kembali diadakan agar saya bisa kembali bermain di turnamen ini,” ucapnya.