Julienna Hartono merupakan student-athlete Universitas Airlangga (Unair) yang pernah mengalami cedera ACL (anterior cruciate ligament) saat kompetisi LIMA Basketball musim kelima. Ia kembali bertanding di LIMA usai pulih dari cedera untuk mengasah kembali kemampuanya. Mahasiswi jurusan hukum ini bangkit setelah mengalami berbagai kesulitan.
“Saya mengalami cedera ACL saat kompetisi LIMA Basketball Nationals pada 2017. Ada fisioterapi di lapangan yang menarik lutut saya, tapi tidak ada tanda-tanda ACL. Saat itu, saya hanya mencoba mengempiskan bengkaknya lebih dulu. Setelah kembali ke Surabaya, saya baru melakukan MRI. Ternyata, otot ACL saya sobek,” kata Julienna.
Setelah mengetahui cedera ACL tersebut, banyak orang yang berkata kepada Julienna bahwa dirinya tak bisa bermain basket lagi. Namun, ia tetap optimistis bisa bertanding kembali dengan melakukan penguatan dan fisioterapi setiap hari. Ia mendapat cedera untuk kedua kalinya saat bermain basket, yang mengharuskan dirinya melakukan operasi.
“Awalnya, saya memutuskan untuk tidak operasi. Akan tetapi, saat saya sedang melakukan gerakan sederhana di tempat mengajar, saya jatuh dan ACL saya putus. Jadi, saya harus menjalani operasi,” tuturnya.
Meski mengalami kesulitan dengan harus operasi di Filipina, mengikuti fisioterapi, dan pemulihan setiap hari hingga merasa jenuh, ia tetap semangat untuk sembuh. Ia ingin membuktikan bahwa orang yang cedera masih bisa terus bermain basket.
“Saya ingin menunjukkan bahwa pola pikir yang menyebutkan orang cedera tidak bisa kembali bermain itu salah. Tidak hanya saya, banyak pemain lain yang sudah membuktikan bahwa cedera ACL bukan akhir dari segalanya,” lanjut Julienna.
Hingga saat ini, ia masih merasakan trauma sehingga lebih berhati-hati dalam bermain basket. Kini, yang dilakukan Julienna adalah melawan rasa takut akan cedera. LIMA Basketball Season 7 ini merupakan kompetisi keduanya setelah pulih dari cedera. Setelah satu tahun absen di kompetisi LIMA, ia mengatakan, “Saya merasa bisa mengasah kemampuan saya di sini, dan bisa lebih menunjukkan kemampuan, terutama di fase Nationals.”
Selain cedera, kemampuannya juga sering diragukan oleh orang lain karena tingginya di bawah rata-rata pemain basket. Banyak yang berpendapat bahwa pemain bertubuh pendek tidak bisa bermain di level nasional. Namun, akhirnya ia bisa membuktikan kemampuannya dengan bersaing di kompetisi national, salah satunya Liga Mahasiswa. Pebasket bernomor punggung 7 ini bahkan pernah membela timnas Indonesia di FIBA Asia U-16, ASEAN School Games, dan DBL All Star. Ia percaya bahwa tidak ada yang mustahil selama orang tersebut ingin berusaha.
Opini miring orang lain justru menjadikannya bangkit. “Awalnya saya sempat marah saat orang membicarakan kekurangan saya. Namun, rasa marah tersebut saya jadikan motivasi untuk bangun dari keterpurukan. Justru kita sering membutuhkan omongan buruk orang lain agar bisa mendorong diri sendiri menjadi lebih baik,” tutupnya.
Kekuatan dalam diri Julienna membuatnya mampu menjalani kesulitan yang ia alami. Setiap orang memang membutuhkan inner strength agar pantang menyerah terhadap segala sesuatu yang dihadapi.