Setiap orang pasti memiliki suatu hobi yang mereka sangat senangi. Namun, hal tersebut berbeda pada Muhammad Farhan Ananto, student athlete dari Universitas Trisakti (Usakti) Jakarta. Ia memiliki hobi yang setengah dipaksakan sejak ia kecil, yakni badminton.
Pemain yang mempunyai panggilan akrab Farhan tersebut telah bermain badminton sejak umur tujuh tahun. Ia mengenal olahraga tersebut karena melihat sang kakak yang sering bermain dan menghasilkan gelar dari badminton tersebut.
Orang tua pun juga memiliki kecintaan di dunia badminton. Karena kecintaan orang tua terhadap olahraga tersebut, Farhan mendapatkan dukungan penuh dari mereka.
“Kakak yang memperkenalkan saya ke dunia badminton. Saya nyaman dan mulai mendalami badminton karena sering melihat kakak bermain badminton, pergi ke luar kota, dan membawa gelar. Sejak saat itu, saya mulai menemukan kenyamanan di dunia badminton,” ucapnya.
“Orang tua juga sangat menyukai olahraga badminton. Kecintaan mereka terhadap badminton memudahkan saya untuk bisa bermain lebih baik lagi. Mereka sering mengantarkan saya ke tempat latihan dan turnamen. Hal tersebut adalah bentuk dukungan mereka terhadap saya,” tambahnya.
Meskipun mendukung Farhan agar dapat menjadi pemain badminton terbaik, kedua orang tua Farhan sangat ambisius. Mereka menekan Farhan agar bermain sesuai jalur yang mereka inginkan. Hal tersebut membuat Farhan akhirnya lebih memilih untuk bermain di nomor tunggal daripada ganda.
“Saya sangat senang bermain ganda. Kesenangan saya dalam bermain ganda semakin bertambah ketika saya berhasil memperoleh beberapa gelar di nomor ganda. Akan tetapi, orang tua saya memaksa saya agar dapat menjadi pemain tunggal sehingga saya memfokuskan latihan saya di nomor tunggal,” katanya.
“Alasan mereka menginginkan saya agar bisa bermain nomor tunggal karena mereka akan sangat bangga kepada saya jika saya bisa meraih gelar di nomor tunggal. Menurut mereka, gelar tersebut akan sangat membanggakan bagi mereka karena saya meraih gelar dengan kemampuan saya sendiri,” tambahnya.
Dengan segala keterpaksaan yang ia dapatkan dari orang tua, Farhan mengikuti apa kata orang tuanya. Akan tetapi, setelah berjalannya waktu, Farhan mulai menerima dan hanya menginginkan satu hal, yakni membanggakan kedua orang tuanya.
Farhan mengatakan, “Orang tua memang memiliki ambisi dan harapan yang sangat tinggi kepada saya sehingga saya bermain badminton dalam paksaan. Namun, saya tetap menjalani keinginan mereka tersebut karena mereka adalah sumber semangat saya.”
Usahanya dalam melawan ego dalam dirinya tersebut akhirnya membuahkan hasil. Pada 2018, Farhan berhasil meraih gelar di Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN). Setelah itu, ia juga mendapatkan beasiswa atlet dari Usakti dan mengambil jurusan D III Meetings, Incentives, Conferencing, dan Exhibitions (MICE).
LIMA Badminton: Air Mineral Prim-A Greater Jakarta Conference Season 8 menjadi keikutsertaan perdananya di ajang turnamen LIMA. Ia mengatakan bahwa ia sangat senang dapat bermain membawa nama baik kampus di turnamen antarmahasiswa terbesar di Indonesia. Farhan mengatakan, “LIMA mempunyai aturan yang sangat ketat. Akan tetapi, saya sangat senang dengan aturan yang diberlakukan oleh LIMA karena membantu kami para student athlete untuk menjadi pribadi yang lebih profesional. LIMA juga memberikan euforia yang sangat berbeda. Saya juga mendapatkan banyak teman baru sejak bermain di LIMA.”