
Hari raya idul fitri atau yang biasa disebut dengan lebaran merupakan salah satu momen yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat setelah sebulan berpuasa. Momen yang juga dianggap sebagai hari kemenangan ini membuat beberapa daerah di Indonesia melakukan perayaan dengan megah.
Negara dengan mayoritas beragama Islam dan banyaknya budaya serta suku di Indonesia juga membuat lebaran di berbagai daerah berbeda-beda. Berikut lima tradisi lebaran yang unik dari berbagai daerah di Indonesia :
- Festival Meriam Karbit (Pontianak)
Warga Pontianak memiliki tradisi unik, yaitu festival meriam karbit, untuk menyambut datangnya 1 Syawal. Acara ini diadakan di sepanjang sungai Kapuas. Awalnya, penyulutan meriam dilakukan seminggu menjelang lebaran. Akan tetapi, adanya peraturan daerah membuat meriam baru bisa dibunyikan pada tiga hari sebelum dan sesudah lebaran. Meriam yang kurang lebih berjumlah 250 buah akan saling berdentuman di sungai Kapuas.
Tradisi ini sudah berlangsung selama lebih dari 200 tahun. Pada pelaksanaannya, festival meriam karbit ini menggunakan meriam yang terbuat dari bambu besar dengan berbagai warna dan diletakkan di pinggir sungai Kapuas. Menjelang malam takbiran, para warga atau bahkan wisatawan akan berkumpul untuk melihat acara yang menandai datangya hari kemenangan tersebut.
Tradisi meriam karbit ini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Pada 2007 silam, tradisi Pontianak ini juga telah mendapat pengakuan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai parade meriam karbit terbanyak dan menjadi satu-satunya yang ada di dunia. Wah, warga Pontianak pasti bangga banget, ya.
- Ngejot (Bali)
Meski masyarakat muslim di Bali terhitung minoritas, mereka tetap melakukan perayaan saat lebaran yang disebut dengan ngejot. Ngejot merupakan aktivitas pemberian makanan kepada tetangga, apa pun agamanya. Tradisi ini juga tidak hanya dilakukan saat hari besar umat islam, tapi juga saat hari-hari besar umat Hindu.
Ngejot merupakan perwujudan atau simbol kerukunan antarumat beragama di Bali agar tetap harmonis. Biasanya, mereka akan membagi-bagikan makanan, jajanan, atau buah-buahan, kepada para tetangga sebagai rasa terima kasih kepada sesama saudara dalam memupuk kebersamaan yang dikenal sebagai menyamabraya.
- Grebeg Syawal (Yogyakarta)
Tradisi grebeg syawal yang merupakan turun termurun ini merupakan wujud syukur “ngarso dalem” berakhirnya masa puasa di bulan Ramadhan. Setiap tahun pada 1 Syawal, tradisi ini digelar dengan upacara adat di lingkungan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Tujuh gunungan yang berisi hasil bumi akan dikawal oleh pasukan berkuda keraton dan diarak mulai dari pagelaran keraton Yogyakarta menuju halaman Masjid Agung (Masjid Gedhe) di Kauman yang berjarak kurang lebih 1 km. Di masjid ini, Kyai Penghulu diikuti para ulama keraton beserta para abdi dalem akan memanjatkan doa. Setelah berdoa, gunungan dilepas untuk diperebutkan oleh masyarakat. Masyarakat saling berebut untuk mengambil sesuatu dari gunungan tersebut.
Tradisi ini merupakan wujud syukur dan sedekah dalam bentuk hasil pertanian, serta simbol hajat yang bermakna kedermawanan sultan kepada rakyatnya. Lima gunungan akan dibawa ke Masjid Gedhe, satu gunungan dibawa ke Pura Pakualaman, dan satu lagi ke Kantor Kepatihan.
- Binarundak (Sulawesi Utara)
Warga Kotamobagu, Sulawesi Utara, memiliki tradisi bernama Binarundak saat lebaran. Dalam tradisi ini, para perantau asal Bolaang Mongondouw yang pulang kampung akan berkumpul dan menggelar tradisi dengan membakar beras ketan dalam bambu secara massal. Perayaan ini juga desebut sebagai ajang silaturahmi. Tradisi ini bukan hasil turun termurun. Akan tetapi, beberapa tahun terakhir ini memang menjadi rutinitas setiap tahun warga lokal. Tradisi ini juga sudah menjadi ikon dan didirikan sebuah Tugu Binarundak setinggi 18 meter yang diresmikan oleh Walikota Kotamobagu pada 2 Agustus 2004.
Pada tradisi ini, para wanita akan meracik bumbu dan beras ketan yang akan dibakar dalam bambu, sedangkan para pria menyiapkan tempat pembakaran binarundak dan apa saja yang dibutuhkan untuk pembakaran. Sebelum bambu diisi dengan beras ketan, bagian dalam bambu akan dilapisi daun pisang.
Binarundak ini memiliki rasa yang gurih karena terbuat dari beras ketan yang dicampur dengan santan dan rempah-rempah. Proses pembakarannya sendiri membutuhkan waktu sekitar tiga jam dan bambu harus sering diputar agar matang merata. Apakah kalian penasaran dengan rasa binarundak ini?
- Pukul Sapu (Maluku Tengah)
Tradisi ini biasanya dilakukan oleh masyarakat Maluku Tengah, khususnya desa Morella dan Mamala. Tradisi ini dipandang sebagai alat untuk mempererat tali persaudaraan kedua desa tersebut. Biasanya, tradisi ini akan dilakukan pada 7 Syawal.
Tradisi ini menampilkan pemuda yang dibagi menjadi dua kelompok dengan masing-masing kelompok berjumlah 20 orang. Dua kelompok yang memiliki seragam berbeda tersebut akan saling bertarung. Mereka juga diwajibkan memakai ikat kepala untuk menutupi telinga agar terhindar dari sabetan. Alat pukul yang digunakan dalam tradisi ini adalah sapu lidi dari pohon enau dengan panjang 1,5 meter. Bagian tubuh yang boleh dipukul adalah dari dada hingga perut.
Setelah pertandingan dimulai, kedua kelompok akan bergantian saling memukul. Meski tubuh mereka sampai berdarah, mereka tidak terlihat kesakitan karena para pesertanya sudah melebur dalam semangat yang telah membenamkan rasa sakit. Ketika pertempuran selesai, para peserta dari kedua desa tersebut akan diobati dengan getah pohon jarak atau mengoleskan minyak nyualaing matetu (minyak tasala) yang dianggap mujarab untuk mengobati patah tulang dan memar.
Itulah lima tradisi unik yang ada di Indonesia. Sebenarnya masih banyak tradisi lain yang ada karena Indonesia memang memiliki beragam suku dan budaya. Namun, saat ini ada tradisi yang tidak boleh dilakukan demi mencegah penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19). Semoga pandemi ini segera berakhir agar aktivitas atau tradisi yang ada bisa dilakukan kembali, ya.
